Sementara
yang kedua terakhir bermukim di Asia kecil. Di sana mereka di bawah
pimpinan Sultan Alauddin di Kunia. Saat Mongol menyerang sultan Alauddin
di Anggara (kini Angkara), al-Thugril membantu mengusir Mongol,
sehingga berkat jasanya itu, Alauddin memberikan daerah Iski Shahr dan
sekitarnya. Al-Thugril, mendirikan ibukota bernama Sungut, di sana lahir
anak pertama bernama Usman pad 1258 M. Al-Thugril meninggal pada 1288
M. dan ia mendeklarasikan dirinya sebagai Sultan, maka sejak itulah
berdiri Dinasti Turki Usman.
Sultan
Alauddin meninggal pada 1300 M / 699 H, maka Usman mengumumkan diri
sebagai Sultan yang berdaulat penuh. Namun tidak langung diakui oleh
banyak orang. Pada masa Usman hanya memiliki wilayah yang sangat kecil,
ia meninggal pada 1326 M. kemudian puteranya naik tahta yang bernama
Orkhan (Urkhun) pada usia 42 tahun. Pada masanya ia membentuk tiga
pasukan utama, tentara Siphai (tentara reguler), tentara Hazeb (tentara
ireguler), tentara Jenisari (pasukan direkrut pada usia dua belas
tahun).
Selanjutnya kekuasaan beralih kepada puteranya Murad I, yang telah
berhasil menaklukan, Adrianopol, Masedonia, Bulgaria, Serbia, Kosovo dan
Asia kecil. Murad I bergelar Alexander abad pertengahan. Murad
digantikan oleh puteranya Bayazid I, yang bergelar Ildrim (kilat),
terjadi pertempuran dengan tentara Mongol yang dipimpin oleh Timur Lenk,
sehingga Bayazid I bersama puteranya Musa tertawan dan wafat dalam
tawanan tahun 1403 M. Pada masa ini Turki Usmani mulai mengalami
kemunduran. Kemudian dilanjutkan oleh Muhammad, ia berhasil memulihkan
kondisi menjadi stabil sehingga para sejarawan mensejajarkan dia dengan
Umar II dari Dinasti Umayyah.
Setelah ia meninggal digantikan oleh Murad II (1421-1451 M),, ia
mengembalikan cintra Murad I, yaitu dengan merebut kembali daerah-daerah
Eropa (Kosovo). Ia banyak mendirikan Masjid dan Sekolah. Penggatinya
adalah Muhammad II (1451-1484M), dengan gelar Al-Fatih, ia telah
berhasila menaklukkan kota Konstantinopel pada 25 Mei 1453. Dan juga ia
menaklukkan Venish, Italy, Rhodos, dan Cremia yang terkenal denan
Konstantinopel II. ia menerapkan UU islam dalam qanun namah. Setelaha
abad ke-16 M atauran ini dilonggarkan. Al-fatih meninggal, digantikan
anaknya Bayazid II, kemudian digantikan oleh anaknya Salim I, ia sangat
kejam, dalam sejarah Eropa dikenal sebagai Salim the Grim. Ia
menaklukkan Asia Kecil, Persia, Kaldiran, dan Mesir. Dan juga berhasil
menaklukkan Sultan Mamluk (1517 M). ia memindahkan Khalifah boneka Bani
Abbas ke Konstantinopel yang bernama Ahmad dan mengambil gelar secara
sakral yang kemudian digunakan oleh sultan Turki, Salim I, sehingga kota
tersebut berubah menjadi Istambul.
Selanjutnya digantikan oleh Sulaiman Agung (1520-1566), mendapat julukan
Sulaiman al-Qanuni, pada masanya disusun sebuah kitab undang-undang
(qanun), Kitab tersebut diberi nama Multaqa al-Abhur dan berhasil
membawa kejayaan islam, dan ia pula berhasil menterjemahkan Al-Qur’an
dalam bahasa Turki. Sulaiman jug berhasil menundukkan Irak, Belgrado,
Pulau Rodhes, Tunis, Budapest, dan Yaman. Dengan demikian, luas wilayah
Turki Usmani pada masanya mencakup Asia Kecil, Armenia, Irak, Siria,
Hejaz, dan Yaman di Asia; Mesir, Libia, Tunis, dan Aljazair di Afrika;
Bulgaria,Yunani, Yugoslavia, Albania, Hongaria, dan Rumania di Eropa.
Sulaiman al-Qanuni diganti oleh Salim II (1566-1573 M), Di masa pemerintahannya terjadi pertempuran antara armada laut Kerajaan Usmani dengan armada laut Kristen yang terdiri dari angkatan laut Spanyol, angkatan laut Bundukia, angkatan laut Sri Paus, dan sebagian kapal para pendeta Malta yang dipimpin Don Juan dari Spanyol. Pertempuran itu terjadi di Selat Liponto (Yunani). Dalam pertempuran ini Turki Usmani mengalami kekalahan yang mengakibatkan Tunisia dapat direbut oleh musuh.
Selanjunya digantikan oleh Sultan Murad III (1574-1595 M) berkepribadian
jelek dan suka memperturutkan hawa nafsunya, namun Kerajaan Usmani pada
masanya berhasil menyerbu Kaukasus dan menguasai Tiflis di Laut Hitam
(1577 M), merampas kembali Tabnz, ibu kota Safawi, menundukkan Georgia,
mencampuri urusan dalam negeri Polandia, dan mengalahkan gubernur Bosnia
pada tahun 1593 M. Namun kehidupan moral Sultan yangjelek menyebabkan
timbulnya kekacauan dalam negeri.
Kekacauan ini makin menjadi-jadi dengan tampilnya Sultan Muhammad III
(1595-1603M), pengganti Murad III, yang membunuh semua saudara
laki-lakinya berjumlah 19 orang dan menenggelamkan janda-janda ayahnya
sejumlah 10 orang demi kepentingan pribadi. Dalam situasi yang kurang
baik itu, Austria berhasil memukul Kerajaan Usmani.
Sultan Ahmad I (1603-1617 M), pengganti Muhammad III, sempat bangkit
untuk memperbaiki situasi dalam negeri, tetapi kejayaan Kerajaan Usmani
di mata bangsa-bangsa Eropa sudah mulai memudar.
Sesudah Sultan Ahmad I ( 1603-1617 M), situasi semakin memburuk dengan
naiknya Mustafa I (masa pemerintahannya yang pertama (1617-1618 M) dan
kedua, (1622-1623 M). Karena gejolak politik dalam negeri tidak bisa
diatasinya, Syaikh al-Islam mengeluarkan fatwa agar ia turun dari tahta
dan diganti oleh Usman II (1618-1622 M). Namun yang tersebut terakhir
ini juga tidak mampu memperbaiki keadaan. Dalam situasi demikian bangsa
Persia bangkit mengadakan perlawanan merebut wilayahnya kembali.
Kerajaan Usmani sendiri tidak mampu berbuat banyak dan terpaksa
melepaskan wilayah Persia tersebut.
Langkah-langkah perbaikan kerajaan mulai diusahakan oleh Sultan Murad IV
(1623 – 1640 M). Pertama-tama ia mencoba menyusun dan menertibkan
pemerintahan. Pasukan Jenissari’ yang pernah menumbangkan Usman II dapat
dikuasainya. Akan tetapi, masa pemerintahannya berakhir sebelum ia
berhasil menjernihkan situasi negara secara keseluruhan. Situasi politik
yang sudah mulai membaik itu kembali merosot pada masa pemerintahan
Ibrahim I (1640-1648 M), karena ia termasuk orang yang lemah. Pada
masanya ini orang-orang Venetia melakukan peperangan laut melawan dan
berhasil mengusir orang-orang Turki Usmani dari Cyprus dan Creta tahun
1645 M. Kekalahan itu membawa Muhammad Koprulu (berasal dari Kopru dekat
Amasia di Asia Kecil) ke kedudukan sebagai wazir atau shadr al-a’zham
(perdana menteri) yang diberi kekuasaan absolut. Ia berhasil
mengembalikan peraturan dan mengkonsolidasikan stabilitas keuangan
negara. Setelah Koprulu meninggal (1661 M), jabatannya dipegang oleh
anaknya, Ibrahim.
Ibrahim menyangka bahwa kekuatan militernya sudah pulih sama sekali.
Karena itu, ia menyerbu Hongaria dan mengancam Vienna. Namun,
perhitungan Ibrahim meleset, ia kalah dalam pertempuran itu secara
berturut-turut. Pada masa-masa selanjutnya wilayah Turki Usmani yang
luas itu sedikit demi sedikit terlepas dari kekuasaannya, direbut oleh
negara-negara Eropa yang baru mulai bangun. Pada tahun 1699M terjadi
“Perjanjian Karlowith” yang memaksa Sultan untuk menyerahkan seluruh
Hongaria, sebagian besar Slovenia dan Croasia kepada Hapsburg; dan
Hemenietz, Padolia, Ukraina, Morea, dan sebagian Dalmatia kepada
orang-orang Venetia.
Pada tahun 1770 M, tentara Rusia mengalahkan armada Kerajaan Usmani di
sepanjang pantai Asia Kecil. Akan tetapi, tentara Rusia ini dapat
dikalahkan kembali oleh Sultan Mustafa III (1757-1774 M) yang segera
dapat mengkonsolidasi kekuatannya.
Sultan Mustafa III diganti oleh saudaranya, Sultan Abd al-Hamid
(1774-1789 M), seorang yang lemah. Tidak lama setelah naik tahta, di
Kutchuk Kinarja ia mengadakan perjanjian yang dinamakan “Perjanjian
Kinarja” dengan Catherine II dari Rusia. Isi perjanjian itu antara lain:
1. Kerajaan Usmani harus menyerahkan benteng-benteng yang berada di Laut
Hitam kepada Rusia dan memberi izin kepada armada Rusia untuk melintasi
selat yang menghubungkan Laut Hitam dengan LautPutih, dan
2. Kerajaan Usmani mengakui kemerdekaan Kirman (Crimea).
Demikianlah proses kemunduran yang terjadi di Kerajaan Usmani selama dua
abad lebih setelah ditinggal Sultan Sulaiman al-Qanuni. Satu persatu
negeri-negeri di Eropa yang pernah dikuasai kerajaan ini memerdekakan
diri. Bukan hanya negeri-negeri di Eropa yang memang sedang mengalami
kemajuan yang memberontak terhadap kekuasaan Kerajaan Usmani, tetapi
juga beberapa daerah di Timur Tengah mencoba bangkit memberontak.
Di Mesir, kelemahan-kelemanan Kerajaan Usmani membuat Mamalik bangkit
kembali. Di bawah kepemimpinan Ali Bey, pada tahun 1770 M, Mamalik
kembali berkuasa di Mesir, sampai datangnyaNapoleon Bonaparte dari
Perancis tahun 1798 M.
Di Libanon dan Syria, Fakhral-Din, seorang pemimpin Dntze, berhasil
menguasai Palestina, dan pada tahun 1610 M merampas Ba’albak dan
mengancam Damaskus. Fakhr al-Din baru menyerah tahun 1635 M. Di Persia,
Kerajaan Safawi ketika masih jaya beberapa kali mengadakan perlawanan
terhadap Kerajaan Usmani dan beberapa kali pula ia keluar sebagai
pemenang.
Sementara itu, di Arabia bangkit kekuatan baru, yaitu aliansi antara
pemimpin agama Muhammad ibn Abd al-Wahhab yang dikenal dengan gerakan
Wahhabiyah dengan penguasa lokal Ibn Sa’ud. Mereka berhasil menguasai
beberapa daerah di jazirah Arab dan sekitarnya di awal paroh kedua abad
ke-18 M.
Pemberontakan-pemberontakan yang terjadi di Kerajaan Usmani ketika
sedang mengalami kemunduran. Gerakan-gerakan seperti itu terus berlanjut
hingga abad ke-19 dan ke-20 M.
• Osman I (1281-1326; bey)
• Orhan I (1326-1359; bey)
• Murad I (1359-1389; sultan sejak 1383)
• Beyazid I (1389-1402)
• Interregnum (1402-1413)
• Mehmed I (1413-1421)
• Murad II (1421-1444) (1445-1451)
• Mehmed II (sang Penguasa) (1444-1445) (1451-1481)
• Beyazid II (1481-1512)
• Selim I (1512-1520)
• Suleiman I (yang Agung) (1520-1566)
• Selim II (1566-1574)
• Murad III (1574-1595)
• Mehmed III (1595-1603)
• Ahmed I (1603-1617)
• Mustafa I (1617-1618)
• Osman II (1618-1622)
• Mustafa I (1622-1623)
• Murad IV (1623-1640)
• Ibrahim I (1640-1648)
• Mehmed IV (1648-1687)
• Suleiman II (1687-1691)
• Ahmed II (1691-1695)
• Mustafa II (1695-1703)
• Ahmed III (1703-1730)
• Mahmud I (1730-1754)
• Osman III (1754-1757)
• Mustafa III (1757-1774)
• Abd-ul-Hamid I (1774-1789)
• Selim III (1789-1807)
• Mustafa IV (1807-1808)
• Mahmud II (1808-1839)
• Abd-ul-Mejid I (1839-1861)
• Abd-ul-Aziz (1861-1876)
• Murad V (1876)
• Abd-ul-Hamid II (1876-1909)
• Mehmed V (ReÅŸad) (1909-1918)
• Mehmed VI (Vahideddin) (1918-1922)
• Abd-ul-Mejid II, (1922-1924; hanya sebagai Kalifah)
Kemajuan / Kejayaan Masa Turki Usmani
Selama kejayaan dinasti ini ada beberapa yang telah berhasil namun
diperiode selanjutnya daerah-daerah yang telah dikuasi kembali direbut
oleh pihak yang ingin menguasai Turki Usmani, adapun keberhasilan pada
masa Sultan Sulaiman I disusun sebuah kitab undang-undang (qanun). Kitab
tersebut diberi nama Multaqa al-Abhur, yang menjadi pegangan hukum bagi
kerajaan Turki Usmani sampai datangnya reformasi pada abad ke-19.
Karena jasa Sultan Sulaiman I yang amat berharga ini, di ujung namanya
ditambah gelar al-Qanuni.
Pada masa Sulaiman kota-kota besar dan kota-kota lainnya banyak dibangun
nmesjid, sekolah, rumah sakit, gedung, makam, jembatan, saluran air,
villa, dan pemandian umum. Disebutkan bahwa buah dari bangunan itu
dibangun di bawah koordinator Sinan, seorang arsitek asal Anatolia.
Sebagai bangsa yang berdarah militer, Turki Usmani lebih banyak
memfokuskan kegiatan mereka dalam bidang kemiliteran, sementara dalam
bidang ilmu pengetahuan, mereka kelihatan tidak begitu menonjol.
Bangsa Turki juga banyak berkiprah dalam pengembangan seni arsitektur
Islam berupa bangunan-bangunan mesjid yang indah, seperti Masjid
Al-Muhammadi atau Mesjid Jami’ Sultan Muhammad Al-fatih, Mesjid Agung
Sulaiman dan Mesjid Abi Ayyub al-Anshari.Mesjid-mesjidtersebut dihiasi
pula dengan kaligrafi yang indah. Salah satu mesjid yang terkenal dengan
keindahan kaligrafinya adalah mesjid yang asalnya gereja Aya Sopia.
Hiasan kaligrafi itu, dijadikan penutup gambar-gambar Kristiani yang ada
sebelumnya.
Pada masa Turki Usmani tarekat mengalami kemajuan. Tarekat yang paling
berkembang ialah tarekat Bektasyi dan Tarekat Maulawi. Kedua tarekat ini
banyak dianut oleh kalangan sipil dan militer. Di pihak lain,
kajian-kajian ilmu keagamaan, Asy’ariyah mendapatkan tempatnya. Selain
itu para ulama banyak menulis buku dalam bentuk syarah (penjelasan) dan
hasyiyah (semacam catatan) terhadap karya¬karya masa klasik.
2 Faktor yang Membuat RuntuhnyaTurki Usmani
Interen
• Buruknya pemahaman Islam
Lemahnya pemahaman Islam membuat reformasi gagal. Sebab saat itu
khilafah tak bisa membedakan IPTEK dengan peradaban dan pemikiran. Ini
membuat munculnya struktur baru dalam negara, yakni perdana menteri,
yang tak dikenal sejarah Islam kecuali setelah terpengaruh demokrasi
Barat yang mulai merasuk ke tubuh khilafah. Saat itu, penguasa dan
syaikhul Islam mulai terbuka terhadap demokrasi lewat fatwa syaikhul
Islam yang kontroversi. Malah, setelah terbentuk Dewan Tanzimat (1839 M)
semakin kokohlah pemikiran Barat, setelah disusunnya beberapa UU,
seperti UU Acara Pidana (1840), dan UU Dagang (1850), tambah rumusan
Konstitusi 1876 oleh Gerakan Turki Muda, yang berusaha membatasi fungsi
dan kewenangan kholifah.
• Salah menerapkan Islam.
Dengan diambilnya UU oleh Suleiman II, seharusnya penyimpangan dalam
pengangkatan kholifah bisa dihindari, tapi ini tak tersentuh UU.
Dampaknya, setelah berakhirnya kekuasaan Suleimanul Qonun, yang jadi
khalifah malah orang lemah, seperti Sultan Mustafa I (1617), Osman II
(1617-1621), Murad IV (1622-1640), Ibrohim bin Ahmed (1639-1648), Mehmed
IV (1648-1687), Suleiman II (1687-1690), Ahmed II (1690-1694), Mustafa
II (1694-1703), Ahmed III (1703-1730), Mahmud I (1730-1754), Osman III
(1754-1787), Mustafa III (1757-1773), dan Abdul Hamid I (1773-1788).
Inilah yang membuat militer, Yennisari-yang dibentuk Sultan Ourkhan-saat
itu memberontak (1525, 1632, 1727, dan 1826), sehingga mereka
dibubarkan (1785). Selain itu, majemuknya rakyat dari segi agama, etnik
dan mazhab perlu penguasa berintelektual kuat. Sehingga, para pemimpin
lemah ini memicu pemberontakan kaum Druz yang dipimpin Fakhruddin bin
al-Ma'ni
Dengan tak dijalankannya politik luar negeri yang Islami-dakwah dan
jihad-pemahaman jihad sebagai cara mengemban ideologi Islam ke luar
negeri hilang dari benak muslimin dan kholifah. Ini terlihat saat Sultan
Abdul Hamid I/Sultan Abdul Hamid Khan meminta Syekh al-Azhar membaca
Shohihul Bukhori di al-Azhar agar Allah SWT memenangkannya atas Rusia
(1788). Sultanpun meminta Gubernur Mesir saat itu agar memilih 10 ulama
dari seluruh mazhab membaca kitab itu tiap hari Menghadapi kemerosotan
itu, khilafah telah melakukan reformasi (abad ke-17, dst).
Eksten
• Penjajahan Barat membawa semangat gold, glory, dan gospel
Sejak jatuhnya Konstantinopel di abad 15, Eropa-Kristen melihatnya
sebagai awal Masalah Ketimuran, sampai abad 16 saat penaklukan Balkan,
seperti Bosnia, Albania, Yunani dan kepulauan Ionia. Ini membuat Paus
Paulus V (1566-1572) menyatukan Eropa yang dilanda perang antar
agama-sesama Kristen, yakni Protestan dan Katolik. Konflik ini berakhir
setelah adanya Konferensi Westafalia (1667). Saat itu, penaklukan
khilafah terhenti. Memang setelah kalahnya khilafah atas Eropa dalam
perang Lepanto (1571), khilafah hanya mempertahankan wilayahnya. Ini
dimanfaatkan Austria dan Venezia untuk memukul khilafah. Pada Perjanjian
Carlowitz (1699), wilayah Hongaria, Slovenia, Kroasia, Hemenietz,
Padolia, Ukraina, Morea, dan sebagian Dalmatia lepas; masing-masing ke
tangan Venezia dan Habsburg. Malah khilafah harus kehilangan wilayahnya
di Eropa pada Perang Krim (abad ke-19), dan tambah tragis setelah
Perjanjian San Stefano (1878) dan Berlin (1887).
0 komentar:
Posting Komentar