Pengaruh kerajaan
kalingga sampai daerah selatan Jawa Tengah, terbukti diketemukannya prasasti
Upit/Yupit yang diperkirakan pada abad 6-7 M. Disebutkan dalam prasasti
tersebut pada wilayah Upit merupakan daerah perdikan yang dianugerahkan oleh
Ratu Shima. Daerah perdikan Upit sekarang menjadi Ngupit. Kampung Ngupit adalah
kampung yang berada di Desa Kahuman/Desa Ngawen, Kecamatan Ngawen, Kabupaten
Klaten. Prasasti Upit/Yupit sekarang disimpan di kantor purbakala Jateng di
Prambanan.
Terdapat kisah yang
berkembang di Jawa Tengah utara mengenai seorang Maharani legendaris yang menjunjung
tinggi prinsip keadilan dan kebenaran dengan keras tanpa pandang bulu. Kisah
legenda ini bercerita mengenai Ratu Shima yang mendidik rakyatnya agar selalu
berlaku jujur dan menindak keras kejahatan pencurian. Ia menerapkan hukuman
yang keras yaitu pemotongan tangan bagi siapa saja yang mencuri. Pada suatu
ketika seorang raja dari seberang lautan mendengar mengenai kemashuran rakyat
kerajaan Kalingga yang terkenal jujur dan taat hukum. Untuk mengujinya ia
meletakkan sekantung uang emas di persimpangan jalan dekat pasar. Tak ada
sorang pun rakyat Kalingga yang berani menyentuh apalagi mengambil barang yang
bukan miliknya. Hingga tiga tahun kemudian kantung itu disentuh oleh putra
mahkota dengan kakinya. Ratu Shima demi menjunjung hukum menjatuhkan hukuman
mati kepada putranya. Dewan menteri memohon agar Ratu mengampuni kesalahan
putranya. Karena kaki sang pangeranlah yang menyentuh barang yang bukan
miliknya, maka sang pangeran dijatuhi hukuman dipotong kakinya
Berdasarkan naskah
Carita Parahyangan yang berasal dari abad ke-16, putri Maharani Shima, Parwati,
menikah dengan putera mahkotaKerajaan Galuh yang bernama Mandiminyak, yang
kemudian menjadi raja kedua dari Kerajaan Galuh. Maharani Shima memiliki cucu
yang bernama Sanaha yang menikah dengan raja ketiga dari Kerajaan Galuh, yaitu
Brantasenawa. Sanaha dan Bratasenawa memiliki anak yang bernama Sanjaya yang
kelak menjadi raja Kerajaan Sunda dan Kerajaan Galuh (723-732 M).
Setelah Maharani
Shima meninggal pada tahun 732 M, Ratu Sanjaya menggantikan buyutnya dan
menjadi raja Kerajaan Kalingga Utara yang kemudian disebut Bumi Mataram, dan
kemudian mendirikan Dinasti/Wangsa Sanjaya di Kerajaan Mataram Kuno. Kekuasaan
di Jawa Barat diserahkannya kepada putranya dari Tejakencana, yaitu Tamperan
Barmawijaya alias Rakeyan Panaraban. Kemudian Raja Sanjaya menikahi Sudiwara
puteri Dewasinga, Raja Kalingga Selatan atau Bumi Sambara, dan memiliki putra
yaitu Rakai Panangkaran.
Pada abad ke-5 muncul
Kerajaan Ho-ling (atau Kalingga) yang diperkirakan terletak di utara Jawa
Tengah. Keterangan tentang Kerajaan Ho-ling didapat dari prasasti dan catatan
dari negeri Cina. Pada tahun 752, Kerajaan Ho-ling menjadi wilayah taklukan
Sriwijaya dikarenakan kerajaan ini menjadi bagian jaringan perdagangan Hindu,
bersama Malayu dan Tarumanagara yang sebelumnya telah ditaklukan Sriwijaya.
Ketiga kerajaan tersebut menjadi pesaing kuat jaringan perdagangan
Sriwijaya-Buddha.
Di Puncak Rahtawu
(Gunung Muria) dekat dengan Kecamatan Keling di sana terdapat empat arca batu,
yaitu arca Batara Guru, Narada, Togog, dan Wisnu. Sampai sekarang belum ada
yang bisa memastikan bagaimana mengangkut arca tersebut ke puncak itu mengingat
medan yang begitu berat. Pada tahun 1990, di seputar puncak tersebut, Prof
Gunadi[3] dan empat orang tenaga stafnya dari Balai Arkeologi Nasional
Yogyakarta (kini Balai Arkeologi Yogyakarta) menemukan Prasasti Rahtawun.
Selain empat arca, di kawasan itu ada pula enam tempat pemujaan yang letaknya
tersebar dari arah bawah hingga menjelang puncak. Masing-masing diberi nama
(pewayangan) Bambang Sakri, Abiyoso, Jonggring Saloko, Sekutrem, Pandu
Dewonoto, dan Kamunoyoso.
Ada beberapa hal
penting yang bertautan positif antara Kerajaan Kalingga yang bercorakkan Hindu
Siwais dengan dunia Peradaban Islam, yaitu dalam sejarah[4] Islam pada tahun 30
Hijriyah atau 651 M Khalifah Utsman bin Affan pernah mengirimkan utusanya ke
Daratan Cinadengan misi mengenalkan Islam, waktu itu hanya berselang 20 tahun
dari wafanya Rasulullah SAW dan utusan tersebut sebelum sampai tujuan bersinggah
dulu di Nusantara. Pada masa pemerintahan Utsman bin Affan (644-657 M) juga
pernah mengutus delegasinya bernama Muawiyah bin Abu Sufyan pernah mengirimkan
utusanya ke tanah Jawa yaitu ke Jepara (pada saat itu namanya Kalingga).
Hasil kunjungan duta
Islam ini adalah raja Jay Shima, putra Ratu Shima dari Kalingga, masuk Islam,
kemudian kalangan bangsawan Jawa yang memeluk Islam adalah Rakeyan Sancang
seorang Pangeran dari Tarumanegara, Rakeyan Sancang hidup pada kekhalifahan Ali
bin Abi Thalib (656-661) . Rakeyan Sancang diceritakan, pernah turut serta
membantu Imam Ali dalam pertempuran menalukkan Cyprus, Tripoli dan Afrika
Utara, serta ikut membangun kekuasaan Muslim di Iran, Afghanistan dan Sind
(644-650 M). Kemudian yang tercatat dalam sejarah raja Sriwijaya yang masuk
Islam adalah Sri Indravarman setelah kerusuhan Kanton meletus dimana banyak
imigran muslim Cina masuk ke wilayah Sriwijaya yang terjadi pada Islam masa
khalifah Umar bin Abdul Aziz (Dinasti Umayyah).
0 komentar:
Posting Komentar